Tahun 2014 telah kita tapaki mulai hari ini, dan tahun 2013
telah meninggalkan kisahnya. Manis pahitnya, hitam putihnya... semua telah
berlalu. Dan kini tiba kita membuka lembaran baru, penuh haru biru... semangat
mungkin iya, sedih mungkin iya juga...
Tapi yang patut dan sudah selayaknya mengiringi setiap
pergantian waktu (tidak hanya pergantian tahun saja, bahkan pergantian bulan,
minggu, maupun hari) adalah bagaimana kita menyikapinya.
Dan mementum pergantian tahun tidak selayaknya dimaknai
dengan pesta hura-hura penuh kemaksiatan. Sebaliknya momentum pergantian tahun
harus kita maknai dengan 3 hal, yaitu:
Muhasabah (evaluasi diri)
Sudah berapa lamakah kita hidup? Dan sudah sampai di manakah
hidup kita saat ini ?
Tadzkirah
Memahami pergantian waktu adalah peringatan akan semakin
dekatnya jarak kita dengan alam kubur.
Hijrah
Perpindahan meninggalkan masa lalu yang tidak membangun masa
depan kita.
Lalu, sudahkah kita berhijrah???
Mungkin akan ada yang menjawab belum. Ada yang menjawab
sudah tapi belum sepenuhnya. Kenapa bisa belum???
Karena kita masih Terbelenggu. Terbelenggu oleh
kebiasaan buruk yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Oppsss, terus
bagaimana mengubah kebiasaan buruk kita???
Caranya yaitu dengan Teruslah mengaji dan mendengar
nasihat dari siapapun. Mendengar nasihat dan ilmu dari buku, dan sempurnakan
dengan do’a.
Layaknya roket yang mampu meluncur tepat pada sasaran ketika
dipasang homing device. Begitupun dengan kita. Kita perlu ilmu dan
nasihat sebagai homing device agar doa yang kita luncurkan kepada Allah
nantinya akan kembali tepat pada sasarannya.
Kita semua meyakini bahwa hakikat kehidupan adalah
perjalanan panjang dengan tujuan akhir
yaitu surga dengan segala kenikmatannya. Seperti halnya suatu perjalanan
yang bertujuan, dan kita betul-betul
menuju kesana, akan mengantarkan kita sampai pada “suasana” khusus yang
mengisyaratkan bahwa tujuan perjalanan sudah dekat.
Hmm, kalau begitu, jika kita mengatakan bahwa kita hendak
menuju ke surga, berarti kita harusnya mampu merasakan “suasana” khusus yang
menandakan bahwa kita sudah dekat dengan surga bukan???
Lalu, apakah kita sudah merasakan “suasana” surga itu???
Jika memang kita sudah dekat dengan surga, tentunya kita sudah mampu merasakannya,
mamun jika belum, jangan-jangan memang kita masih begitu jauh dengan surga..nauzubillahimindzalik.
Seperti ketika kita hendak pergi ke pantai. Perjalanan
panjang kita lalui, hingga jarak 1km mendekati tempat tujuan yaitu pantai,
tentunya kita sudah mampu merasakan suasana berbeda. Suasana yang menunjukkan
bahwa ini telah dekat dengan pantai. Semilir anginnya, semerbak bau air
lautnya, sayup-sayup suara deru ombaknya dan kondisi yang khas pantai.

Mudah sebenarnya untuk mengecek dan mengevaluasi apakah kita
telah berada di KM 1 Menjelang surga atau belum. Yaitu ketika kita mampu
menghadirkan kualitas hidup surgawi ke dalam kehidupan duniawi ini. Kualitas
hidup surga seperti apakah,
1.
Masihkah
kita melihat sesamanya berdasarkan ras, suku, golongan dan status sosial?
Padahal, di surga setiap orang tidak
melihat sesamanya berdasarkan ras, suku, golongan ataupun status sosial.
Hadirkan itu di dunia, dengan tidak
menjadikan ras, suku atau golongan sebagai kebanggaan kita. Kebanggaan kita
hanya satu, yaitu “ISLAM”
2.
Masihkah kita mengeluh
dengan kondisi yang kita alami?
Padahal di surga tidak ada orang yang
mengeluh kecewa. Semua menerima apapun yang telah Allah putuskan untuknya.
Hadirkan itu di dunia, dengan menerima
apapun dengan lapang, tidak pernah merasa dirugikan. Lapang terhadap apapun dan
siapapun.
3.
Masihkah kita bermusuhan
dan membenci sesama?
Padahal di surga tidak ada orang yang
saling bermusuhan ataupun membenci sesamanya.
Hadirkan itu di dunia, dengan mengasihi dan
menyayangi sesama dengan kasih sayang yang membuat kita dan yang kita sayangi
semakin mencintai Allah.
4.
Masihkah kita merasa
susah, resah dan gelisah?
Padahal di surga tidak akan kita jumpai
orang yang susah, resah dan gelisah.
Hadirkan itu di dunia, dengan selalu
berpikir baik tentang apapun dan berperasaan mulia karena sebab apapun.
Perasaan mulia:
“apa yang kita rasakan ketika membeli jeruk
ternyata rasanya asam? Jika kita berperasaan mulia, maka kita akan merasa
bersyukur. Bersyukur karena yang mendapatkan jeruk asam itu adalah diri kita
sendiri bukan orang lain” –subhanallah, sungguh indah perasaan mulia
itu :-)
5.
Masihkah kita terpesona
dengan keelokan dunia?
Padahal di surga kita akan menjumpai tempat
penuh pesona kenikmatan yang tiada dua. Keindahan yang belum pernah terlihat,
belum pernah terdengar, dan belum pernah tergambarkan.
Hadirkan itu di dunia, dengan tidak mudah
silau oleh kemilau kesenangan dunia.
6.
Masihkah kita meragukan
janji Allah?
Padahal di surga tak ada seorang pun yang
meragukan janji Allah.
Hadirkan itu di dunia, dengan selalu yakin
dengan semua janji Allah.
7.
Masihkah kita tidak
ridho dengan ketetapan Allah?
Padahal di surga tidak ada yang tidak ridho
dengan ketetapan Allah, semua dengan senang hati menerima ketetapan Allah.
Hadirkan itu di dunia, dengan selalu ridho
terhadap apapun ketetapan yang telah Allah tetapkan.
Sudahkah susana surga itu terasa dalam
kehidupan kita??? Sudahkah kita berada di KM 1 Menjelang Surga ???
Mari kita tersadar dan berbenah menuju KM 1
menjelang surga itu... intinya adalah menjadikan segala apapun itu bernilai
Akhirat.
red: Ratna Ni’Am
Berdasar Tabligh Akbar, Usdz.Syatori Abdurrauf
Muhasabah Akhir Tahun-7 Langkah Menuju Hidup Penuh Makna
@Jogja Islamic Book Fair
Selasa, 31 Desember 2013
19.00-22.00 WIB
0 komentar:
Posting Komentar