Sedikit sharing tentang kejadian beberapa hari yang lalu.
Memang yaa, segala peristiwa itu pasti ada hikmahnya, bahkan
peristiwa yang sebenarnya gak menyenangkan justru terasa menyenangkan ketika
kita lebih melihat hikmah dibalik peristiwa tersebut dibanding melihat
peristiwa tak enaknya. Sampai sekarang masih senyum-senyum kalau
mengingatnya.
Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke ruang Sekjur
guna untuk mengambil hasil dari surat pengajuan tema skripsi yang saya ajukan
pekan sebelumnya. Dengan tanpa beban dan optimisme tinggi dalam hati bahwa akan
ada salah satu tema yang di ACC. Kebetulan beliau-sekjur- juga sedang berada
di ruangannya.
Dengan senyum tulus langsung saya utarakan tujuan utama saya
untuk mengambil surat.
“atas nama siapa mbak??” tanya pak sekjur dengan ramah.
“Ratna******* A********, pak...... Itu pak, MAPnya yang beda
sendiri, warna kuning” saya mencoba memberi penjelasan.
Setelah mencoba memilah-milah berkas, tiba-tiba beliau berkata,
“wah...sepertinya anda menjadi bagian yang masih belum beruntung ni....” sambil
mengambil satu berkas yang kemungkinan itu punya saya.
Degg.... optimisme seketika lenyap, “oh
yaa pak??” jawabku masih dengan nada tenang tapi dalam hati sedikit ada rasa
kecewa.
“maaf sudah sering diteliti, baru saja no.3 saya ACC” ucap
pak sekjur, sambil membaca hasil telaah Pak Kajur yang tertera di surat
pengajuan yang saya ajukan.
Kebetulan saya memang mengajukan 3 tema skipsi sekaligus,
tema 1 dan 2 adalah tentang kegiatan mentoring, dan tema 3 tentang novel. Dan ternyata
itu belum lolos seleksi, hampir tema yang ke-3 di ACC tapi sudah ada yang lebih
dulu.hehe, emang belum rezekinya, Allah lebih tahu yang lebih baik.
“hmmm, gitu ya pak” ucapku masih dengan ekspresi datar dan sok
tenang.
Saat itu kebetulan saya bersama dengan teman yang juga sudah
mengajukan tema. Ternyata punya dia sudah ada yang di ACC satu. Dan tahukah,
temanya tentang apa??? Hadehhhh, temanya hampir sama dengan punya saya,
sama-sama tentang mentoring.
“nah itu tentang mentoring juga, tapi di ACC, punya saya kok
enggak pak?” mencoba berargumen.
“yaa.. mungkin karena dia lebih duluan daripada kamu.”
“enggak tu pak, justru saya ngajuinnya lebih dulu” memberi
penguatan.
“oh...berarti justru karena kamu lebih duluan, makanya
berkasnya jadi di paling bawah. Dan kajurnya bacanya lebih dulu punya dia...
hoho nasibmu itu” sambil meledek.
“hem...hem..hem, ya udahlah pak, gak papa besok ngajuin
lagi” sambil senyum ikhlas dan mencoba baik-baik saja- dan emang baik-baik
aja kok. :-)
Dalam kondisi seperti itu, saya justru tertarik untuk kepo
dengan milik yang lain. Mencoba lihat sana-sini, membuka beberapa berkas
punya anak-anak yang lain, berharap dapat gambaran tentang tema-tema yang lolos
seleksi.
“ukh...kok punyamu di ACC tapi punyaku enggak, padahal temanya
sama...” eluhku pada temanku.
Kebetulan pak sekjur mendengar dan beliau justru dengan
ramahnya mencoba memeberi solusi.
“sini...sini ..sini, coba cerita ke bapak. Apa to
yang mau kamu teliti? Mentoring apaan?”
“itu pak...mentoring di sekolahan-sekolahan itu loh...”
“itu apa kegiatannya, coba sekarang kamu sharingin tentang
kegiatannya ngapaian aja, nanti kan dengan bapak tahu kegiatannya kemungkinan
bisa memberi saran,” nasehatnya dengan bijaksana.
Bla...bla..bla... singkat cerita... setelah menceritakan
beberapa hal tentang kegiatan yang dimaksud,
Tiba-tiba beliau –pak sekjur- berkata hal yang
mengejutkan...
“pasti kamu gak berani menatap cowok ya?? Berani belum
menatap cowok??” dengan nada meledek.
Seketika bola mataku membesar, ekspresi kaget sekaligus
heran terbesit dari raut wajah, hah apa maksudnya?? Saya masih belum
mengerti.
“sudah dikhitbah belum??? Kalau dikhitbah kan harus melihat
seperti apa calonnya, dan harus memandang... saya tahu kamu pasti aktifnya
dimana....” ledek beliau dengan penuh isyarat. (sepertinya saya mulai paham
dengan arah pembicaraan beliau)
Saya hanya terdiam dan membalas dengan senyum....
“dulu kamu apa? Anggota rohis atau ikut jadi pengurus
rohisnya juga, atau gimana?” lanjut beliau mencercaku dengan
pertanyaan-pertanyaan.
“iya pak, yaa dulunya waktu SMA jadi pengurus, tapi kalau
sekarang statusnya saya alumni...” mencoba menjawab apa adanya.
“terus, sekarang ikut apaan?” tambah beliau.
“hah... maksudnya pak? Sekarang di kampus?” masih
binggung.
“iya, di kampus ikut organisasi apa? K***I atau L*K” memperjelas.
“oh itu...saya ikut L*K” berkata jujur .
“iya...sama aja, K***I sama L*K itu kan sebenarnya masih
satu atap” beliau berargumen. Dan memang benar sih... heee.
Setelahnya, beliau langsung sharing suatu hal panjang
lebar.....
“dulu...pernah ada satu mahasiswi dari lampung, PAI juga.
Dulu dia ikut salah satu organisasi kaya kamu gitu, terus dalam perjalanannya
dia keluar dan bergabung di organisasi ‘X’ yang setelah disana penampilannya
berubah derastis... sebulan dua bulan, ia merasa gak nyaman, akhirnya ia
memutuskan keluar dari organisasi tersebut dan ingin kembali ke organisasi yang
lama. Namun ternyata organisasi ‘X’ gak membiarkan, mereka terus aja mengejar
dan seperti tidak merelakan ia untuk pindah.... sempet benar-bener tertekan dan
dia pengen keluar dan pindah kuliah. Terus saya nasehati, sudah kamu kalau
memang mau pindah yaa kembali lagi aja ke lampung, di sana kamu juga sudah ada
ustadz yang menguatkan... dari pada pindah ke kota lain di sana juga masih akan
terus dikejar.... Saya tuh jadi heran, ini mau beragama tapi kok jadi malah
terkekang dan gak nyaman seperti itu, ini gimana....”
“kalau organisasimu seperti itu juga gak? Kalau ada kader
yang kemudian pindah haluan, apa terus dikejar-kejar?...” ujung-ujungnya pertanyaan
itu meluncur juga.
“egak lah pak... kita Cuma merekrut anggota, kemudian
membina, tapi kalau dalam perjalanannya ada anak-anak yang pindah haluan, yaa
kita gak akan menghalangi, karena itu udah hak dan pilihan mereka
masing-masing....” mencoba berargument apa adanya.
Hadehhhh....pembicaraan jadi melebar kemana-mana... tapi
kemudian beliau kembali ke fokus pembicaraan awal lagi,
“eh... tau gak kamu?” tanya beliau dengan nada misterius.
“apa pak???” heran dan penuh tanda tanya.
“anak saya tuh juga kaya kamu gitu.....” dengan senyum
simpul beliau.
Hah.....??? gubrak apa maksudnya coba???
“iya...anak saya tu juga kaya kamu gitu. Dia anggota rohis
juga di SMA nya. Saya perhatikan hari ke hari kok ada perubahan... sudah saya
tebak pasti deh ikutan rohis... Coba cerita kegiatan rohis itu ngapaian aja,
soalnya saya di rumah gak pernah ngobrol panjang lebar sama anak saya itu. Dia
kalau di rumah pendiam sekali... tapi entah kalau di luar rumah gimana,”
Bla...bla...bla...bla.... singkat cerita
“iya sih memang dalam hal ibadah dia sangat
disiplin. Istilahnya saya gak pernah harus nyuruh-nyuruh. Saya akui
ibadahnya bagus...”
Tuh kan pak, insha Allah kalau ada perubahan arahnya ke
hal yang positif. (ucapku dalam hati)
“terakhir dia bilang ke Ibunya, ‘buk,,,
pacaran itu haram, saya gak mau pacaran’, ibunya Cuma bilang, ‘ow bagus
itu nak’. Dan saya Cuma mesem-mesem aja...”
Saya menjadi pendengar yang baik, dan hanya bisa tersenyum
simpul.
Lagi-lagi beliau melanjutkan ceritanya.

“gak gitu juga pak, mungkin kalau ada yang seperti itu,
maksudnya hanya ingin menghargai lawan bicara yang mungkin belum paham,
takutnya tersinggung...” sedikit berargument, semoga gak salah ngomong.
Dalam hati..... enggakkkk begitu juga pak!!! Prinsip dan
nilai-nilai yang memang itu benar selalu kita upayakan untuk senantiasa
diterapkan di manapun dan kapanpun...
Singkat cerita lagi,
mungkin akan sangat panjang jika saya uraikan diskusi saya hari itu dengan
beliau. Tapi setidaknya ada hikmah dari sana. Selain mendapat masukan tema
untuk diajukan lagi, saya jadi sedikit memperoleh gambaran tentang anggapan dan
penilaian orang terhadap ‘kita’. Yaa... mungkin meskipun dalam pandangan orang
belum sepenuhnya benar, namun harusnya itu menjadi evaluasi bersama, bahwa
ternyata memang ‘kita’ tampak/ terlihat di mata orang lain yaa... seperti itu.
Mari terus berbenah, bukan karena penilaian orang lain, tapi berbenah karena Allah, ya senata-mata Lillah, :-)
0 komentar:
Posting Komentar