Pages

Labels

Test Footer 2

Rabu, 08 Januari 2014

‘KITA’ DI MATA MEREKA



Sedikit sharing tentang kejadian beberapa hari yang lalu.
Memang yaa, segala peristiwa itu pasti ada hikmahnya, bahkan peristiwa yang sebenarnya gak menyenangkan justru terasa menyenangkan ketika kita lebih melihat hikmah dibalik peristiwa tersebut dibanding melihat peristiwa tak enaknya. Sampai sekarang masih senyum-senyum kalau mengingatnya.

Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke ruang Sekjur guna untuk mengambil hasil dari surat pengajuan tema skripsi yang saya ajukan pekan sebelumnya. Dengan tanpa beban dan optimisme tinggi dalam hati bahwa akan ada salah satu tema yang di ACC. Kebetulan beliau-sekjur- juga sedang berada di ruangannya.

Dengan senyum tulus langsung saya utarakan tujuan utama saya untuk mengambil surat.
“atas nama siapa mbak??” tanya pak sekjur dengan ramah.
“Ratna******* A********, pak...... Itu pak, MAPnya yang beda sendiri, warna kuning” saya mencoba memberi penjelasan.
Setelah mencoba memilah-milah berkas, tiba-tiba beliau berkata, “wah...sepertinya anda menjadi bagian yang masih belum beruntung ni....” sambil mengambil satu berkas yang kemungkinan itu punya saya.

Degg.... optimisme seketika lenyap, “oh yaa pak??” jawabku masih dengan nada tenang tapi dalam hati sedikit ada rasa kecewa.
“maaf sudah sering diteliti, baru saja no.3 saya ACC” ucap pak sekjur, sambil membaca hasil telaah Pak Kajur yang tertera di surat pengajuan yang saya ajukan.

Kebetulan saya memang mengajukan 3 tema skipsi sekaligus, tema 1 dan 2 adalah tentang kegiatan mentoring, dan tema 3 tentang novel. Dan ternyata itu belum lolos seleksi, hampir tema yang ke-3 di ACC tapi sudah ada yang lebih dulu.hehe, emang belum rezekinya, Allah lebih tahu yang lebih baik.
 
“hmmm, gitu ya pak” ucapku masih dengan ekspresi datar dan sok tenang.
Saat itu kebetulan saya bersama dengan teman yang juga sudah mengajukan tema. Ternyata punya dia sudah ada yang di ACC satu. Dan tahukah, temanya tentang apa??? Hadehhhh, temanya hampir sama dengan punya saya, sama-sama tentang mentoring.
“nah itu tentang mentoring juga, tapi di ACC, punya saya kok enggak pak?” mencoba berargumen.
“yaa.. mungkin karena dia lebih duluan daripada kamu.”
“enggak tu pak, justru saya ngajuinnya lebih dulu” memberi penguatan.
“oh...berarti justru karena kamu lebih duluan, makanya berkasnya jadi di paling bawah. Dan kajurnya bacanya lebih dulu punya dia... hoho nasibmu itu” sambil meledek.
“hem...hem..hem, ya udahlah pak, gak papa besok ngajuin lagi” sambil senyum ikhlas dan mencoba baik-baik saja- dan emang baik-baik aja kok. :-) 

Dalam kondisi seperti itu, saya justru tertarik untuk kepo dengan milik yang lain. Mencoba lihat sana-sini, membuka beberapa berkas punya anak-anak yang lain, berharap dapat gambaran tentang tema-tema yang lolos seleksi.
“ukh...kok punyamu di ACC tapi punyaku enggak, padahal temanya sama...” eluhku pada temanku.

Kebetulan pak sekjur mendengar dan beliau justru dengan ramahnya mencoba memeberi solusi.
“sini...sini ..sini, coba cerita ke bapak. Apa to yang mau kamu teliti? Mentoring apaan?”
“itu pak...mentoring di sekolahan-sekolahan itu loh...”
“itu apa kegiatannya, coba sekarang kamu sharingin tentang kegiatannya ngapaian aja, nanti kan dengan bapak tahu kegiatannya kemungkinan bisa memberi saran,” nasehatnya dengan bijaksana.

Bla...bla..bla... singkat cerita... setelah menceritakan beberapa hal tentang kegiatan yang dimaksud,
Tiba-tiba beliau –pak sekjur- berkata hal yang mengejutkan...
“pasti kamu gak berani menatap cowok ya?? Berani belum menatap cowok??” dengan nada meledek.

Seketika bola mataku membesar, ekspresi kaget sekaligus heran terbesit dari raut wajah, hah apa maksudnya?? Saya masih belum mengerti.

“sudah dikhitbah belum??? Kalau dikhitbah kan harus melihat seperti apa calonnya, dan harus memandang... saya tahu kamu pasti aktifnya dimana....” ledek beliau dengan penuh isyarat. (sepertinya saya mulai paham dengan arah pembicaraan beliau)
Saya hanya terdiam dan membalas dengan senyum....

“dulu kamu apa? Anggota rohis atau ikut jadi pengurus rohisnya juga, atau gimana?” lanjut beliau mencercaku dengan pertanyaan-pertanyaan.
“iya pak, yaa dulunya waktu SMA jadi pengurus, tapi kalau sekarang statusnya saya alumni...” mencoba menjawab apa adanya.
“terus, sekarang ikut apaan?” tambah beliau.
hah... maksudnya pak? Sekarang di kampus?” masih binggung.
“iya, di kampus ikut organisasi apa? K***I atau L*K” memperjelas.
“oh itu...saya ikut L*K” berkata jujur .
“iya...sama aja, K***I sama L*K itu kan sebenarnya masih satu atap” beliau berargumen. Dan memang benar sih... heee.

Setelahnya, beliau langsung sharing suatu hal panjang lebar.....
“dulu...pernah ada satu mahasiswi dari lampung, PAI juga. Dulu dia ikut salah satu organisasi kaya kamu gitu, terus dalam perjalanannya dia keluar dan bergabung di organisasi ‘X’ yang setelah disana penampilannya berubah derastis... sebulan dua bulan, ia merasa gak nyaman, akhirnya ia memutuskan keluar dari organisasi tersebut dan ingin kembali ke organisasi yang lama. Namun ternyata organisasi ‘X’ gak membiarkan, mereka terus aja mengejar dan seperti tidak merelakan ia untuk pindah.... sempet benar-bener tertekan dan dia pengen keluar dan pindah kuliah. Terus saya nasehati, sudah kamu kalau memang mau pindah yaa kembali lagi aja ke lampung, di sana kamu juga sudah ada ustadz yang menguatkan... dari pada pindah ke kota lain di sana juga masih akan terus dikejar.... Saya tuh jadi heran, ini mau beragama tapi kok jadi malah terkekang dan gak nyaman seperti itu, ini gimana....” 

“kalau organisasimu seperti itu juga gak? Kalau ada kader yang kemudian pindah haluan, apa terus dikejar-kejar?...” ujung-ujungnya pertanyaan itu meluncur juga.
“egak lah pak... kita Cuma merekrut anggota, kemudian membina, tapi kalau dalam perjalanannya ada anak-anak yang pindah haluan, yaa kita gak akan menghalangi, karena itu udah hak dan pilihan mereka masing-masing....” mencoba berargument apa adanya.
Hadehhhh....pembicaraan jadi melebar kemana-mana... tapi kemudian beliau kembali ke fokus pembicaraan awal lagi,
“eh... tau gak kamu?” tanya beliau dengan nada misterius.
“apa pak???” heran dan penuh tanda tanya.
“anak saya tuh juga kaya kamu gitu.....” dengan senyum simpul beliau.
Hah.....??? gubrak apa maksudnya coba???

“iya...anak saya tu juga kaya kamu gitu. Dia anggota rohis juga di SMA nya. Saya perhatikan hari ke hari kok ada perubahan... sudah saya tebak pasti deh ikutan rohis... Coba cerita kegiatan rohis itu ngapaian aja, soalnya saya di rumah gak pernah ngobrol panjang lebar sama anak saya itu. Dia kalau di rumah pendiam sekali... tapi entah kalau di luar rumah gimana,”

Bla...bla...bla...bla.... singkat cerita
iya sih memang dalam hal ibadah dia sangat disiplin. Istilahnya saya gak pernah harus nyuruh-nyuruh. Saya akui ibadahnya bagus...”
Tuh kan pak, insha Allah kalau ada perubahan arahnya ke hal yang positif. (ucapku dalam hati)
terakhir dia bilang ke Ibunya, ‘buk,,, pacaran itu haram, saya gak mau pacaran’, ibunya Cuma bilang, ‘ow bagus itu nak’. Dan saya Cuma mesem-mesem aja...”

Saya menjadi pendengar yang baik, dan hanya bisa tersenyum simpul.
Lagi-lagi beliau melanjutkan ceritanya.
“tapi yang masih saya herankan itu, kenapa kalau akhwat ketemu dengan ikhwan mereka gak saling memandang, tapi kalau akhwat ketemu sama cowok yang biasa mereka tetep memandang. Terus apa bedanya, berarti kalau ikhwan itu haram dipandang dan cowo itu halal dipandang gitu... apa memang ada klasifikasi ikhwan itu cowok kelas 1, sedangkan yang bukan ikhwan itu cowok kelas 2. Gitu atau gimana?” ucap beliau sambil terus tersenyum. Entah itu pertanyaan serius, atau pertanyaan yang beliau tujukan untuk mengkritisi kita.

“gak gitu juga pak, mungkin kalau ada yang seperti itu, maksudnya hanya ingin menghargai lawan bicara yang mungkin belum paham, takutnya tersinggung...” sedikit berargument, semoga gak salah ngomong.

Dalam hati..... enggakkkk begitu juga pak!!! Prinsip dan nilai-nilai yang memang itu benar selalu kita upayakan untuk senantiasa diterapkan di manapun dan kapanpun...  
 Singkat cerita lagi, mungkin akan sangat panjang jika saya uraikan diskusi saya hari itu dengan beliau. Tapi setidaknya ada hikmah dari sana. Selain mendapat masukan tema untuk diajukan lagi, saya jadi sedikit memperoleh gambaran tentang anggapan dan penilaian orang terhadap ‘kita’. Yaa... mungkin meskipun dalam pandangan orang belum sepenuhnya benar, namun harusnya itu menjadi evaluasi bersama, bahwa ternyata memang ‘kita’ tampak/ terlihat di mata orang lain yaa... seperti itu.

 Mari terus berbenah, bukan karena penilaian orang lain, tapi berbenah karena Allah, ya senata-mata Lillah, :-)

0 komentar:

Posting Komentar