Pages

Labels

Test Footer 2

Senin, 13 Mei 2013

AKTIVIS Yes, Keluarga Okee

Statusnya sebagai AKTIVIS. Aktif berdakwah di mana-mana, aktif kesana kemari menebar kebaikan. Aktif kuliah sambil dakwah sambil kerja. Tak ada waktu santai baginya. Hari-harinya begitu padat dengan seabrek agenda kegiatan.

Keren kah??? Mungkin akan ada orang yang menganggapnya keren.  
Tapi Gimana jika ada kalimat sepert ini .......

“Anak saya tuh tiap hari pulang malam, paling awal pulang jm 7 malam, jadi bener-bener gak sempet buat bantu-bantu di rumah. Saya tuh bener-bener kasihan, pikiran dan tenaganya gak pernah istirahat”
 
keluar dari bibir orangtua. Orangtua yang anaknya adalah seorang Aktvis. Masihkah kita berpikir dia keren??? 

Iya bagaimanapun juga dia memang keren, namun ada yang kurang darinya. Ada yang perlu ia luruskan dan benahi.

Dia yang seorang Aktivis, apalagi aktivis dakwah, sesibuk-sibuknya dia, harusnya ia tidak akan melalaikan urusan baktinya terhadap orangtua.

Karena meskipun itu sebenarnya adalah ucapan kasihan dan perhatiannya terhadap kita, namun secara tidak langsung itu juga merupakan kalimat “protes” nya terhadap anaknya yang tampak begitu jauh dari kehidupan rumah. 

Haah... tak layak sebenarnya menyebut diri seorang Aktivis dakwah, atau seorang mujahid jika di tengah kerja optimal kita dalam dakwah, di sisi lain kita melalaikan kewajiban kita terhapat orangtua. 

Seorang Aktivis, apalagi akhwat -sebenernya Ikhwan juga sih- sesibuk-sibuknya ia harus mampu menyediakan waktu untuk orangtuanya. Selarut-larutnya ia pulang, ia juga harus rela mengerjakan pekerjaan rumah meski dengan sisa-sisa tenaganya. Sepagi-paginya ia berangkat, maka ia juga harus mampu bangun jauh lebih awal sehingga bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, masak, menyapu, mencuci, dan beres-beres segalanya. Karena dengan begitu hak orangtua kita akan dapat mereka dapatkan. Dan mereka tdak akan merasa kehilangan sosok buah hatinya, karena ternyata sesibuk apapun di luar, ia masih mampu memberi arti di dalam rumah.

Terlebih bagi seorang Akhwat, itu adalah sebuah proses menuju peran yang akan ia temui ketika telah berumah tangga nantinya. Karena semuanya akan terasa berat jika tak terbiasa, namun semua akan terasa biasa saja ketika kita telah melakukannya setiap hari.

Menegasi diri untuk mendisiplinkan diri sendiri. Menegasi diri, bahwa kita harus rela tidur larut untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai karena kita pulang terlalu malam, rela menahan kantuk untuk menyelesaikan tilawah sampai target kita meski mata telah begitu berat, rela hanya tidur sebentar untuk segera bangun di sepertiga malam menegakkan qiyamul lail, rela bangun jauh lebih awal untuk segera membantu ibu mengurusi urusan rumah tangga karena kita akan meninggalkan rumah lebih pagi. Yaa... banyak kerelaan-kerelaan yang harus kita tanamkan tegas dalam diri kita sendiri, jangan biasakan kita mentolelir sedikit saja kemanjaan dalam diri, karena dengan dispensasi yang sedikit itu lama kelamaan kita akan membiarkan diri kita dalam kelalaian dan ketidak istiqomahan.

Dari keluhan atau ketidak nyamanan orangtua terhadap kita -anak anaknya- sebenarnya muncul akibat kurang pandainya kita dalam membagi waktu. Dan sebenarnya, tak akan ada tuntutan untuk mengurangi aktivitas, jika kita mampu membagi waktu dengan baik dan tetap memberikan hak-hak orangtua kita. 

Nah,,, kalau sudah tak ada orang yang merasa terenggut haknya oleh kita, baru deh kita bisa sedikit tersenyum lega. Jangan lagi menganggap diri kita telah menjadi Aktivis hebat jika ternyata keluarga terabaikan oleh kita.

Yaa, intinya adalah bagaimana kita memanage waktu sebaik mungkin. Agar setiap detiknya berlalu penuh berkah, optimal dalam kemanfaatan. Dengan tanpa mendzolimi pihak manapun.

Sehingga segalanya berjalan maksimal, ibadah, kuliah, dakwah, kerja, keluarga dan masyarakat. Semua berjalan dengan baik. Itu baru seorang Aktivis Super :-)
 
Aktivis itu Yes yes aja, yang penting urusan Keluarga dan lainya juga harus tetap Okee.


#Terus bermuhasabah untuk terus memperbaiki diri.

0 komentar:

Posting Komentar