Pages

Labels

Test Footer 2

Senin, 13 Januari 2014

Ibu Ridho Aku Jadi Aktivis



Aktivis? Sebuah panggilan yang sebenarnya tak perlu dibesar-besarkan, dan seharusnya memang tak perlu dibangga-banggakan. Namun entah kenapa sebagian orang menganggap dengan menyandang gelar ‘aktivis’ mereka merasa diri mereka keren, setidaknya begitu pandangan umumnya.

Sampai-sampai mungkin orang terlupa dengan niat awalnya, sehingga akhirnya hanya sekedar menjadi orang yang aktif di berbagai organisasi, sekedar pengen mewujudkan obsesinya jadi seorang aktivis, tanpa mengingat tujuan dan niat yang sebenarnya. Coba kita ingat, sebenarnya apa sih tujuan awal kita ikut aktif dalam berbagai organisasi??? Mau cari pengalaman? Biar eksis? Biar dikenal? Biar banyak teman? Biar gaul? atau mungkin, Biar keren?

Hah, lupakan itu. 

Memangnya siapa sih yang memberi gelar aktivis itu??? Sepertinya itu hanya pandangan dan pemikiran orang terhadap suatu kelompok atau kepada seseorang yang dia bergabung dalam organisasi. Dan mungkin sebagian lagi memandang aktivis adalah orang yang dia giat ikut kegiatan ini itu hingga hari-harinya begitu padat, sampai tiada hari tanpa pulang malam.

Berbicara tentang ‘AKTIVIS’ saya jadi terpikir tentang pembicaraan temen-temen beberapa waktu yang lalu. Mereka mengomentari tentang sebuah tulisan yang katanya berjudul “Kata Orang Anakku Aktivis”. Yang mana tulisan tersebut pada intinya membahas mengenai keluhan seorang ibu yang anaknya menjadi aktivis hingga hari-harinya selalu dihabiskan di luar rumah, sampai-sampai sang Ibu tidak merasakan kehadiran buah hatinya. 

Emmm, komentar saya “kok bisa?”

“iya kenapa kok bisa sampai seorang ibu merasakan hal seperti itu. Kenapa bisa ibu mengetahui bahwa anaknya adalah seorang aktivis dari orang lain? Kok bisa sampai ibu merasa begitu menderita karena anaknya tak pernah hadir di hari-harinya?”

Yang namanya aktivis. Entah dengan definisi yang seperti apa pun itu, harusnya ia telah berpikir secara bijaksana ketika memilih pilihan untuk menjadi seseorang dengan kegiatan seabrek. Apalagi yang menyebut dirinya aktivis dakwah, duh sangat disayangkan jika hal tersebut sampai terjadi.

Pertanyaannya, sudahkah kita berbicara dengan ibu dari hati ke hati? Sudahkah kita meminta izin dan doa restu kepada ibu? Sudahkah kita memenuhi hak-hak beliau?
Jika itu sudah, tentu takkan ada kasus seperti itu.  

Sebenarnya apa sih tujuanmu menjadi aktivis? Selain mencari pengalaman, tambah temen. Yang harusnya menjadi tujuan utama adalah kita ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Yaa itulah tujuan hakiki kita, maka sampaikanlah kepada orangtuamu, kepada ibu yang menyayangimu.

Saya pernah berkisah di tulisan  “Dapatkan juga Ikannya” yang terdahulu, tentang kerelaan ibu membiarkan sang anak aktif di jalan dakwah. 

Sampaikanlah pada ibu sebelum engkau berjuang di jalan ini. Sampaikanlah, “Ibu anakmu yang kini telah beranjak dewasa, berkat didikan dan kasih sayangmu, sekarang telah menjadi seperti ini. Itu semua berkat kehebatanmu yang dengan sabar mendidikku. Ibu... semakin dewasa, kini ku ingin berbakti kepadamu, ku ingin menjadi pembuka pintu syurga bagimu dengan karya dan pengabdianku, oleh karenanya izinkanlah dan ridhoilah anakmu ini untuk terus menebar manfaat sebesar-besarnya bagi umat. Aku ingin kehadiranku tak hanya memberi manfaat bagi keluarga, namun sanggup pula memberi manfaat bagi banyak orang. Relakan jika waktuku harus terbagi dengan yang lain. Relakan jika terkadang harus pulang larut. Relakan jika terkadang aku hanya mampu memberi sisa sisa tenagaku. Relakan... karena sungguh cinta dan rasa sayangku kepadamu tak hilang atau berkurang sedikitpun. Aku berharap keletihanku di jalan perjuangan yang engkau  ridhoi akan menjadi pemberat amal kebaikan bagimu jua, yaa... hanya dengan ridhomu akan ku ayunkan kaki ini, akan ku perjuangankan langkah ini. Karena ridhomulah, maka Allah juga akan meridhoi langkahku.” 

Sampaikanlah, dan jelaskan secara jelas apa yang ingin kau perjuangkan dan ingin kau wujudkan, hingga ibu berkata kepadamu, “iya nak... ibu ridho kamu berjuang. Ibu restui langkah dan perjuanganmu. Dan ibu doakan kesuksesanmu”

Subhanallah, sosok mulia itu takkan mungkin menolak jika niat kita benar dan lurus. Dia akan begitu tulus mendoakan setiap perjuangan kita jika kita mampu menyampaikan niat baik itu dengan cara yang baik pula.

Kemudian setelah dengan ikhlasnya ibu memberikan ridhonya untuk kita, sudah selayaknya itu kita pergunakan dengan sebaik-baiknya. Pertanyaannya sudahkah kita amanah dengan apa yang kita emban saat ini?

Ketika ibu telah merelakan beberapa hal darimu, sudahkah kita benar-benar mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya? Sudahkan kita memberikan kontribusi maksimal kita di jalan ini? Yaa... itu yang perlu dievaluasi, maka selalu luruskan niat kita.

Dan satu hal lagi yang harusnya tidak pernah luput dari diri kita.  Kita harus tetap memenuhi hak-hak kedua orangtua kita. Seperti yang pernah saya tulis di “Aktivis Yes, Keluarga Oke”

Sesibuk-sibuk apapun kita, secapek-capek apapun kita, berikanlah hak-hak kedua orangtua kita, yang itu adalah menjadi kewajiban bagi diri kita. Tak pernah lupa mendoakannya, senantiasa membantu pekerjaan rumah secapek apapun kondisi kita. Jika kita pulang larut, ya kita harus rela menunaikan semua itu sebelum kita lelap tidur. Ketika pagi hari kita harus berangkat pagi-pagi, maka kita juga harus rela bangun jauh lebih awal agar tetap bisa menjalankan kewajiban kita pada orangtua. Jangan biarkan hak-hak itu tak tersampaikan hanya karena kita pulang larut malam, atau kita harus pergi pagi-pagi. Dalam kondisi apapun harusnya hak-hak itu tetap mereka peroleh.

Kerelaan orangtua untuk tidak punya waktu banyak dengan anaknya dan kerelaan-kerelaan lainnya, harus sanggup kita ganti dengan kerelaan-kerelaan yang harus kita alami. Kita sama-sama saling memahami, saling merelakan.... yaa semua terjadi ketika masing-masing telah saling tahu. Dan tidak akan ada keluhan orangtua jika dalam kesibukan kita tetap masih mampu memberikan hak-hak bagi mereka. Tetap berikan senyum untuk mereka, berikan rasa hormat kita dan rasa sayang kita kepada mereka, meski hanya dengan sekecil apapun perbuatan, sungguh akan sangat besar maknanya bagi mereka.

Kalau ada yang berkata, CAPEK !!! 

Ya memang capek, tapi itulah resiko yang harus kita tanggung dari pilihan yang sudah dari awal kita pilih. Kita tentu sudah mampu berpikir dewasa untuk kemudian memilih ikut aktif di berbagai organisasi. Kita memutuskan untuk aktif di A, B, C, dan D berarti kita harus konsekuen, harus mampu membagi waktu, mampu membagi peran hingga dari kesekian itu tak ada pihak-pihak yang terdzolimi. Jika dengan banyaknya hal itu ternyata kita kewalahan, maka harus ada yang dievaluasi. Jangan sampai kita tidak amanah dengan apa yang telah kita pilih sendiri.

Dan intinya adalah


  • Selalu...selalu..dan selalu komunikasikan dengan cara yang baik.

  •  Selalu meminta ridho orangtua, ridhollah fii ridhowalidain  ya karena ridho Allah ada pada ridho orangtua. Ketika orangtua kita telah meridhoi maka Allahpun meridhoi. Begitupun sebaliknya. Dan ridho itu tidak datang dengan sendirinya, namun harus diperjuangkan. Jika orangtua belum ridho maka perjuangkan dengan terus mengkomunikasikan secara baik.

  •   Tetap berikan hak-hak orangtua kita.

  • Selalu evaluasi diri dengan amanah yang kita emban, dan selalu ingat bahwa diri kita ini bukan hanya menjadi hak milik kita sendiri, namun menjadi hak milik bagi orang lain di sekitar kita. Ada orangtua, saudara, tetangga, teman dan handai taulan lainnya yang harus tetap kita berikan perhatian, sehingga dalam evaluasi hal-hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan. Upayakan agar hak-hak mereka tetap dapat mereka peroleh.

Apapun sebutannya, entah aktivis atau apapun orang mau menyebutnya, selalu luruskan niat hanya untuk-Nya dan hanya karena-Nya. Bagaimanapun juga, naluri seorang ibu akan tetap ada sampai kapanpun, dan bagaimanapun kondisinya. Naluri untuk terus menyayangi, mengkhawatirkan dan naluri untuk selalu dekat dengan sang buah hati, lalu semua tergantung bagaimana kita mengkomunikasikan dan mengkondisikannya. Sehingga naluri yang ada akan beriringan dengan ridho tulus darinya untuk kita. 

Yang jelas, pastikan ibu ridho dengan apa yang kita lakukan. Jangan biarkan ibu tahu aktivisan kita dari oranglain, namun kita sendirilah yang sedari awal harusnya berbagi dan menjelaskan secara bijak apa dan bagaimana aktivitas kita di luar rumah, hingga beliaupun memahami dan mampu mengerti, “Iya nak....Ibu Ridho kamu jadi aktivis” 

***Tulisan ini tak lebih hanya sedang mengingatkan diri ini sendiri agar senantiasa bermuhasabah atas setiap proses yang telah dijalani. Semoga Allah mengetuk hati-hati yang lalai ini agar kembali tersadar dan ingat, dan Smoga Engkau tak  jemu untuk terus mengingatkan disaat niat mulai tak lurus.

0 komentar:

Posting Komentar