Sudah lama sekali saya ingin berbagi kisah tetang pengalaman nyata yang saya alami beberapa waktu yang lalu. Belum sempat, dan akhirnya baru kesampaian kali ini. Pengalaman itu sungguh amat berkesan dan membekas, karena prosesnya yang begitu unik dan bener-bener mengalir, layaknya sebuah skenario dalam drama/ sinetron. . . .-hehehehe lebay-
Masih inget banget, saat itu hari Rabu, 17
Oktober 2012. Kebetulan jadwal kuliah hari itu tidak begitu padet, hanya sampai
jam 16.00. Selesai kuliah, saya juga tidak ada jadwal mengajar les, alhasil
saya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan sejenak. Beberapa saat di sana,
sampai waktu magrib tiba, say memilih untuk sekalian sholat magrib di
perpustakaan.
Ketika di parkiran dan hendak menjalankan motor,
dalam hati bebisik untuk tidak langsung pulang. Seperti ada desakkan untuk
jangan pulang dulu, “ayo mampir ke counter untuk membeli baterai HP !!” maklum
saja, beberapa waktu yang lalu, ada sedikit troubel dengan baterai handpone
saya, yang membuat Hp jadi sering ngedrop, dan mati begitu saja. Itu cukup membuat
orang-orang di sekitar saya ter-dzolimi.... hehehe maaaaaafff, karena gara-gara
hal tersebut, saya jadi sulit membalas sms yang masuk, dan sulit dihubungi.
Merasa sudah sangat mengganggu kinerja dan komunikasi dengan orang-orang di
sekitar, saya akhirnya memutuskan untuk malam itu juga membeli baterai hp.
Saya memilih pergi ke daerah Jl.Kusumanegara, di
sana saya tahu ada penjual baterai HP yang harganya lumayan ekonomis...hehehe.
Meskipun sedikit lupa, posisi counternya di sebelah mana, saya tetap nekad
untuk pergi ke sana. Bermodal hanya mengamati setiap toko di penggiran jalan.
Malam semakin larut, tapi tak juga berjumpa dengan counter itu, padahal suara
petir yang menggelegar terdengar di sana –sini, pertanda akan turun hujan. Mulut
saya tak hentinya mengucap istiqfar...-kebiasaan saya ketika mengendarai
motor-. Meski dengan perasaan agak cemas, karena cuaca yang tak begitu
nyaman, dan waktu yang semakin larut, namun saya tak berputus asa, saya justru
terdorong untuk mampir sejenak di pom bensin untuk mengisi bahan bakar-dalam
hati berbisik, “ayo isi sekarang aja, nanti kehabisan loh...kan masih jauh...”
Tak berapa lama setelah mengisi bensin, saya
akhirnya menemukan counternya. Alhamdulillah, akhirnya ketemu juga. Setelah
tujuan untuk membeli baterai tercapai, sayapun bergegas pulang. Tapi di
perjalanan, yang belum terlampau jauh, hujan turun rintik-rintik. Lagi-lagi
hati berbisik, “ayoo.. berhenti dulu, nanti basah kuyup loh. Berhenti di bawah
pohon itu aja !!!”
Sayapun memilih berhenti di pinggir jalan, tepat
di bawah pohon-pohon beringin. Sejenak memakai mantel hujan, saya melihat dari
arah barat berjalan dua orang, seorang ibu beserta anak perempuannya yang masih
kecil-seusia anak SD gitulah-
dalam hati berbisik, “sepertinya mereka akan menghampiriku, dan ada
sesuatu yang berkaitan dengan saya”
Saya tidak menghiraukan suara hati itu, “hanya
perasaan saja...!!!” begitu pikiranku mencoba melawan kata hati. Saya
melanjutkan memakai mantel hujan. Tapi
ternyata benar, suara ibu itu membuyarkan pikiranku, “Dek, kalau mau ke
terminal Giwangan itu kemana yaa arahnya???”

Saat itu, saya kibinggungan harus menunjuk ke
arah mana, maklum saja kebiasaan buruk saya ketika malam hari, saya akan
bingung arah, apalagi kalau berada di tempat yang tidak biasa saya lalui
sehari-harinya. Saya hanya mengandalkan ingatan. Sempat binggung tapi akhirnya
saya menjawab, “ke arah sana buk .....” sambil menunjuk ke arah barat. Nanti
ada bangjo, belok ke selatan aja buk...
Hah??? Ibu itu tampak heran dan tidak yakin
dengan jawabanku, “Tadi saya tanya ibu-ibu di angkringan itu, katanya ke arah
timur tuh dek... katanya daerah kali mambu...”
Hmmm... sayapun tambah ragu dengan jawaban saya,
“Aduh... tapi kayanya ke arah barat deh buk,, tapi saya agak binggung juga
kalau malam-malam gini....”.
Ditengah kebingungan saya itu, tiba-tiba ibu itu
justru bercerita,”Ibu itu habis nyari suami ibu. Suami saya itu PNS, tapi
dibawa lari perempuan ke Jogja. Sudah satu tahun gak pulang-pulang. Ini anak
ibu nangis terus, minta dicariin bapaknya. Gak tega lihat dia nangis terus,
jadi ibu ajak dia nyari ke jogja jauh-jauh dari Malang. Ini tadi dari Demangan
nyari kesana-sini tapi gak ketemu, rencana mau langsung ke terminal aja, nanti
tidur di sana, terus besok pagi berangkat ke Malang naik bus...”
Glegk... mendengar cerita
dari ibu itu, hati saya terasa sesak, “ya Allah.... terus ibu mau naik apa ke
Giwangannya??”
“Yaa... jalan kaki dek, tadi juga jalan kaki kok
dari demangan sampai ke sini...” jawab ibu itu dengan tenangnya.
“Lho... giwangan itu masih jauh loh buk dari
sini... masak Cuma jalan kaki...” aku tersentak heran.
“Iya...gak papa dek,..”
Saya merasa begitu terenyuh, hingga spontan
mulut saya berkata, “apa saya antar ke sana aja buk??”
Seketika, ibu dan anaknya itu pun berucap
“Alhamdulillah...ya Allah... iya dek,,,makasii..” sambil menangis haru.
Ya Allah, saya tak kuasa melihat keharuan
mereka. Dengan segera, saya memutar balik motor saya ke arah Barat. Saya masih
bertahan dengan keyakinan saya bahwa terminal giwangan itu masih ke arah barat.
Terusssss...jalan ke barat, tapi saya tak juga
menemukan petunjuk yang mengarahkan ke terminal Giwangan. Akhirnya saya
meyakini, bahwa ingatan saya salah, harusnya tadi kita ke arah timur.... hadeh.
:-(
“Haduhh... maaf yaa buk, ternyata beneran masih
ke timur, bukan ke barat.”
Sayapun semakin tidak enak, karena harus membawa
mereka berputar-putar, akibat dari keragu-raguanku. Dalam hati berkata, “Ya
Allah berilah petunjuk....mudahkanlah jalan kami... kasihan ibu dan adek
ini...” dengan kondisi hujan yang semakin deras dan ternyata mantel saya pun
tidak begitu cukup untuk melidungi tubuh kami bertiga. Mulut saya, hanya bisa
beristiqfar, saya yakin Allah akan memudahkan jalan kami.
Saya hanya berjalan, mengikuti kata hati saya...
di dalam perjalanan itu, kamipun sempat berbincang-bincang,,,
“Tadi dari mana dek?? Pulang dari kampus yaa??”
“Iya..buk..”
“Kuliahnya dimana??”
“di UIN..”
“Semester berapa??”
“Hehe..baru semester 3 buk...”
“Oh...baru yaa, anak ibu yang cowok sudah semester 5, kuliahnya di pelayaran...
itu ikatan dinas jadi dapat beasiswa, tapi Cuma D3, sebentar lagi juga sudah
selesai. Rumah adek dimana??”
“Di Berbah,,, daerah bandara masih ke timur...”
“Oh...sama prambanan itu mananya??”
“Iyaa...buk...Prambanan itu masih ke selatan lagi...”
“Berarti ibuk melewati yaa besok kalau naik bus...”
Waktu itu, saya tak begitu fokus dengan
pembicaraan, dan tak berpikiran untuk menanyakan sesuatu hal tentang beliau.
Karena saat itu saya hanya terfokus dengan jalan yang kami tempuh... benar atau
salah,,, takut kalau-kalau jalan yang saya pilih ternyata salah.... haduhhh...
cemas dan galau bangettt deh..
Alhamdulillah.... akhirnya, cringggg...kamipun
sampai juga di terminal giwangan. Lega banget rasanya,. Setelah menurunkan ibu dan adek itu, sayapun
berpamitan dengan beliau dan langsung pulang.....
Di jalan saya merenung,,, ya Allah kasihan
sekali ibu dan adek tadi... seorang istri yang ditinggal pergi suaminya, dan
seorang anak yang masih butuh perhatian serta kasih sayang dari ayahnya....
kemana kau ayah??? Dimana hati nuranimu ketika kau pergi dengan wanita lain...
tak ingatkah kau dengan isti dan anakmu yang begitu amat menyayangimu dengan
tulus.... astagfirullah... saya hanya bisa menghela nafas prihatin...
entah siapa yang salah. Yang jelas sebagai seorang wanita, saya merasakan
kesedihan yang mereka rasakan.
Sambil terus merenung, saya berdoa semoga Allah
memberikan yang terbaik untuk mereka... semoga hati-hati yang lalai segera
dapat kembali menghadap-Nya dan mengingat-Nya sehingga tak akan ada yang merasa
tersiksa dan gundah gulana... dan semoga takkan ada hati-hati yang rapuh, yang
ada hanyalah hati setegar karang yang dengan tangguh mengadapi hantaman ombak
sekuat apapun... semoga dan semoga... mereka mendapat jalan yang terbaik... :)
0 komentar:
Posting Komentar